Friday 21 January 2011

ANALISIS PROTEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI

Laporan Praktikum Tanggal Mulai : 18 Maret 2010

M.K. Analisis Zat Gizi Makro Tanggal Selesai : 18 Maret 2010

ANALISIS PROTEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI

METODE LOWRY

Oleh :

Kelompok 5A

Ade Yuliany Pratiwi I14080012

Ramadhani Safitri S. I14080053

Yasmin Ramadhini I14080055

Nehemia Agus Wijaya I14080084

Mirawati I14080122

Asisten Praktikum :

Anton Vivaldy

Guntari Prasetya

Penanggung Jawab Praktikum :

Ir. Eddy Setyo Mudjajanto

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Praktikum kali ini, sangat sulit untuk mengekstraksi lemak secara murni, sebab pada waktu mengekstraksi lemak, akan terekstraksi pula zat-zat yang larut dalam lemak seperti sterol, phospholipid, asam lemak bebas, pigmen karotenoid, khlorofil, dan lain-lain. Pelarut yang digunakan harus bebas dari air agar bahan-bahan yang larut dalam air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak dan keaktifan pelarut tersebut menjadi berkurang. Pelarut ini seperti Dietil eter, hexana, benzene, dan lain-lain.

Ada dua kelompok umum untuk mengekstraksi lemak yaitu metode ekstraksi kering dan metode ekstraksi basah. Metode kering pada ekstraksi lemak mempunyai prinsip bahwa mengeluarkan lemak dan zat yang terlarut dalam lemak tersebut dari sampel yang telah kering benar dengan menggunakan pelarut anyhidrous. Keuntungan dari dari metode kering ini, praktikum menjadi amat sederhana, bersifat universal, dan mempunyai ketepatan yang baik. Kelemahannya metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama, pelarut yang digunakan mudah terbakar dan adanya zat lain yang ikut terekstrak sebagai lemak.

Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Waktu yang digunakan lebih cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan harus mudah menguap dan hanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas.

Tujuan

Praktikum penerapan analisis lemak bertujuan untuk mengukur kadar lemak analisis dengan metode Soxhlet.


METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum penetapan lemak protein dilaksanakan hari Kamis tanggal 25 Maret 2010, jam 13.00 hingga 16.00 WIB. Pelaksanaan praktikum di Laboratorium Analisis Zat gizi makro, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah bulp, pipa volumetrik, labu lemak,gelas ukur, soxhlet, oven pemanas, timbangan elektronik, eksikator. Selanjutnya, bahan-bahan yang digunakan adalah pelarut lemak (dietil eter, hexana, benzene), biskuit.

Prosedur Kerja

Labu lemak disiapkan yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet yang akan digunakan.

Labu lemak kemudian dikerinkan dalam oven selama 30 menit

dalam suhu 1050 C dan didinginkan dalam eksikator selama 15 menit setelah itu ditimbang.

Sampel ditimbang tepat 5 gram di dalam kertas saring yang sesuai ukurannya.

Pelarut lemak dimasukkan kedalam labu lemak secukupnya.

Kertas saring kemudian dimasukkan kedalam alat ekstraksi soxhlet.

Labu lemak dipanaskan dan dilakukan ekstraksi selama 3-4 jam

Setelah selesai, pelarut kemudian disuling kembali dan labu lemak diangkat dan dikeringkan dalam oven pada suhu 1050 C

Labu lemak didinginkan dalam eksikator selama 20-30 menit kemudian ditimbang.

Tinjauan Pustaka

Protein

Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor (Santoso 2008).

Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon (Santoso 2008).

Penetapan Kadar Protein

Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara kualitatif dan secara kuantitatif. Analisis protein secara kualitatif terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Sementara itu, analisis protein secara kuantitatif terdiri dari metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV (Apriyantono dkk 1989).

Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube (Yoky 2009).

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri. Spektrofotometer dapat mengukur serapan di daerah tampak, UV (200-380 nm) maupun IR (> 750 nm) dan menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-masing daerah (sinar tampak, UV, IR). Monokromator pada spektrofotometer menggunakan kisi atau prisma yang daya resolusinya lebih baik sedangkan detektornya menggunakan tabung penggandaan foton atau fototube (Yoky 2009).

Komponen utama dari spektrofotometer, yaitu sumber cahaya, pengatur Intensitas, monokromator, kuvet, detektor, penguat (amplifier), dan indikator. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombangdan dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda (Yoky 2009).

Metode Lowry

Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat, menghasilkan heteropoly-molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya (Lowry dkk 1951).

Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium, dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein (Lowry dkk 1951).

Metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan tidak dapat mengukur molekul peptida panjang (Alexander dan Griffiths, 1992). Prinsip kerja metode Lowry adalah reduksi Cu2+ (reagen Lowry B) menjadi Cu+ oleh tirosin, triptofan, dan sistein yang terdapat dalam protein. Ion Cu+ bersama dengan fosfotungstat dan fosfomolibdat (reagen Lowry E) membentuk warna biru, sehingga dapat menyerap cahaya (Lowry dkk 1951).

Telur Ayam Negeri

Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Telur ayam negeri memiliki kandungan protein yang bagus bagi tubuh kita yaitu sekitar 7 gram yang terdapat dalam satu butir telur. Selain itu, kandungan gizi yang terdapat dalam telur ayam negeri, yaitu energi 85 kalori, protein 7 gram, lemak 6 gram, karbohidrat 0,5 gram, kalsium 27 mg, zat besi 1,4 mg, dan vitamin A 155 RE (Sudarmaji dkk 1989).

Telur ayam negeri mengandung hampir semua zat gizi essensial (seperti asam lemak tidak jenuh dan vitamin serta mineral). Telur ayam negeri tersusun atas 1/3 kuning telur dan 2/3 putih telur. Kuning telur mengandung 50% air dan sepertiganya adalah lemak, trigliserida (65,5%), fosfolipid (28,3%) dan kolesterol (5,2%). Sedangkan putih telur lebih cair mengandung 90% air, protein, karbohidrat, ion anorganik dan tidak mengandung lemak dan kolesterol (Sudarmaji dkk 1989).

Putih Telur

Putih telur terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan encer dalam dan khalazaferous (Nakai dan Modler 2000 dalam Suryono 2006). Empat bagian utama putih telur yaitu lapisan putih telur yang encer bagian luar, lapisan putih telur yang kental, lapisan putih telur encer bagian dalam dan lapisan kalaza. Bagian putih telur diikat dengan bagian kuning telur oleh kalaza, yaitu serabut-serabut protein berbentuk spiral yang disebut mucin. Bahan utama penyusun putih telur adalah protein dan air. Perbedaan kekentalan putih telur disebabkan oleh perbedaan kandungan air (Suryono 2006).

Protein sederhana pada putih telur terdiri atas ovalbumin, ovoconalbumin dan ovoglobulin, sedangkan yang kedua termasuk glycoprotein, yaitu ovomucoid dan ovomucin. Ovomucin pada putih telur pada putih telur yang kental lebih besar daripada putih telur yang encer. Ovomucin merupakan fraksi protein putih telur yang membentuk selaput dan berfungsi menstabilkan struktur buih. Pemberian asam asetat yang berlebihan akan mengakibatkan penggumpalan sebagian ovomucin dan memperkecil elastisitas gelembung buih. Kerusakan gejala-gejala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer. Semakin encer putih telur, maka semakin tinggi tirisan buih yang dihasilkan (Suryono 2006).

Hasil dan Pembahasan

Putih telur adalah nama umum untuk cairan bening dalam sebuah yang juga disebut albumen atau zat putih telur (glaire).It is the cytoplasm of the egg, which until fertilization is a single cell (including the yolk). Putih telur adalah sitoplasma telur, yang sampai pembuahan adalah satu sel (termasuk kuning telur). Putih telur merupakan sekitar dua-pertiga dari total berat telur dengan hampir 90% dari beratnya adalah air. The remaining weight of the egg white comes from protein , trace minerals , fatty material, vitamins , and glucose . [ 1 ] The US large egg's white weighs 38 grams with 4.7 grams of protein, 0.3 grams of carbohydrate and 62 milligrams of sodium . Berat sisa putih telur berasal dari protein, mineral, bahan lemak, vitamin, dan glukosa (Wikipedia 2010).

Kadar protein merupakan banyaknya protein yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar protein juga merupakan karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan (Haryanto 1992). Praktikum kali ini mengenai penetapan kadar protein dilakukan dengan metode lowry yang merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat 2 reaksi. Proses diawali dengan terbentuknya kompleks Cu(II)-protein sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat menghasilkan heteropoly- molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya (Dennison 2002).

Kegiatan ini diawali dengan memasukkan 4ml larutan contoh, kemudian menambahkan 5,5 ml pereaksi (50 ml Na2CO2 2 % dalam NaOH 0,1 N ditambah 1 ml CuSO4 0,5 % dalam Na-K-tartarat 1%) dan dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah itu, larutan ditambah 0,5 pereaksi follin Wu, dibiarkan selama 30 menit hingga terbentuk warna biru dan kemudia dibaca nilai absorban dengan pembacaan menggunakan metode spektrofotometer, metode analisis berdasarkan pengukuran absorbsi cahaya oleh senyawa yang mengalami transisi elektron saat terkena sinar dengan panjang gelombang tertentu (Anonim 2009), dalam praktikum ini adalah 650 nm.

Hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah nilai panjang gelombang standar dan contoh yang kemudian setelah dihitung dengan rumus penetapan kadar protein diperoleh nilai kadar proteinnya. Kadar protein yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1 Hasil praktikum penetapan kadar protein metode lowry

No

Kelompok

Absorban contoh

Absorban Standar (y)

Konsentrasi Standar (mg)

Kadar Protein (%)

1

2

0,036

0,101

0,132

29,67

2

6

0,220

0,332

0,660

23,81

3

3

0,055

0,103

0,264

17,21

4

1

0,082

0,001

0,033

10,59

5

5

0,071

0,265

0,528

9,15

6

4

0,140

0,185

0,395

6,42

Berdasarkan data di atas, kadar protein tertinggi adalah pada telur yang menjadi contoh percobaan kelompok 2, yaitu 29,67 % kemudian kelompok 6 sebesar 23,81%, kelompok 3 sebesar 17,21 %, kelompok 4 sebesar 10,59%, kelompok 5 sebesar 9,15%, dan kadar protein terendah adalah pada percobaan kelompok 4, yaitu dengan kadar protein sebesar 6,42%. Perbedaan ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry, yaitu buffer, asam nukleat, gula/karbohidrat, deterjen, gliserol, tricine, EDTA, tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dielimrainasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein (Lowry dkk 1951).

Kadar protein putih telur dalam DKBM dinyatakan dalam gram, yaitu sebesar 10,8 g. jika dibandingkan dengan konversi kadar protein hasil praktikum, maka kadar protein yang mendekati literatur dalam DKBM adalah hasil percobaan kelompok 1, yaitu 10,59 g.

Berdasarkan data yang didapatkan, dibuat kurva standar yang menerangkan hubungan antara konsentrasi standar dengan absorbansi standar. Melalui grafik ini, dapat terlihat apabila terdapat data konsentrasi standar dan absorbansi standar hasil praktikum tidak sesuai. Kurva hubungan konsentrasi standar dengan absorbansi standar dengan regresi linier disajikan sebagai berikut:

Grafik 1 Kurva hubungan konsentrasi standar dengan absorbansi standar

Berdasarkan grafik di atas yaitu grafik hubungan konsentrasi standar dengan absorbansi standar terlihat grafik membentuk garis lurus. Pada grafik di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi standar maka semakin besar nilai absorbansi standar. Namun, titik-titik yang terbentuk antara konsentrasi standar dengan nilai absorbansi standar tidak semuanya berada dalam garis linear. Oleh karena itu, percobaan menentukan kadar protein dengan menggunakan metode lowry ini dapat dinyatakan kurang berhasil. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kesalahan praktikan, diantaranya praktikan kurang teliti ketika mencampurkan atau mereaksikan larutan sehingga menghasilkan larutan yang terlalu pekat atau sedikit encer yang berpengaruh terhadap penentuan nilai absorbansi standar yang tidak tepat atau terlalu besar.

Penentuan kadar protein denagn menggunakan metode Lowry digunakan larutan stok standard protein (misalnya albumin) yang mengandung 4 mg/mL protein dalam akuades dan disimpan pada -20oC (Lowry dkk 1951). Berdasarkan literatur tersebut, maka kesalahan pada percobaan ini dikarenakan sampel yang digunakan yaitu albumin putih telur namun tidak disimpan pada suhu -20 .

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Menentukan persen kadar protein yang terkandung dalam suatu bahan dapat dilakukan dengan cara spektrofotometri metode Lowry. Kadar protein yang diperoleh dari albumin putih telur didapatkan dengan menghitung faktor konversi terlebih dahulu, kemudian menghitung absorban contoh, kemudian kadar protein didapat dengan mengalikan absorban contoh dikalikan faktor pengenceran dikalikan 100 per berat contoh (g) dikalikan 1000. Berdasarkan grafik hubungan konsentrasi standar dengan absorbansi standar terlihat grafik membentuk garis lurus. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi standar maka semakin besar nilai absorbansi standar

Saran

Setelah melakukan praktikum penetapan kadar protein dengan metode Lowry, praktikan diharapkan mampu menentukan berat protein suatu bahan makanan secara spektrofotometri. Dalam menentukan penetapan kadar protein ini, sebaiknya praktikan lebih cermat dalam melakukan langkah-langkah percobaan seperti pengenceran albumin contoh agar tidak terjadi kesalahan saat pembacaan serapan yang akan berpengaruh pada perhitungan selanjutnya.

LAMPIRAN

Gambar 1 Pengenceran albumin

Tabel 1 Hasil praktikum penetapan kadar protein metode lowry

No

Kelompok

Absorban contoh

Absorban Standar (y)

Konsentrasi Standar (mg)

Kadar Protein (%)

1

2

0,036

0,101

0,132

29,67

2

6

0,220

0,332

0,660

23,81

3

3

0,055

0,103

0,264

17,21

4

1

0,082

0,001

0,033

10,59

5

5

0,071

0,265

0,528

9,15

6

4

0,140

0,185

0,395

6,42

Contoh perhitungan

fp (faktor pengenceran) =

x (absorban contoh) =

% Kadar protein kelompok 1 = × 100%

= = 10,59%

% Kadar protein kelompok 2 = × 100%

= = 29,67%

% Kadar protein kelompok 3 = × 100%

= = 17,21%

% Kadar protein kelompok 4 = × 100%

= = 6,42%

% Kadar protein kelompok 5 = × 100%

= = 9,15%

% Kadar protein kelompok 6 = × 100%

= = 23,81%

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono dkk. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Psat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.

Dennison, C., 2002, A Guide to Protein Isolation, Kluwer Academic Publishers, New York

Dennison. 2002. A Guide to Protein Isolation. New York: Kluwer Academic Publishers.

Lowry , Rosenbrough , Farr, Randall. 1951. Protein Measurement with the Folin Phenol Reagent. New York: Kluwer Academic Publishers.

Page D S. 1997. Prinsip-prinsip Biokimia. Jakarta: Erlangga

Santoso. 2008. Protein dan Enzim. www.heruswn.teachnology [19 Maret 2010].

Sudarmaji dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Suryono H. 2006. Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal dengan Penambahan Asam Asetat pada Umur Simpan yang Berbeda [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Yoky Edy Saputra . 2009. Spektrofotometri. http://www.chem-is-try.org [19 Maret 2010].